Secara etimologi
(menurut asal-usul kata) kesusastraan berarti karangan yang indah. “sastra”
(dari bahasa Sansekerta) artinya : tulisan, karangan. Tetapi sekarang
pengertian “Kesusastraan” berkembang melebihi pengertian etimologi tersebut.
Kata “Indah” amat luas maknanya. Tidak saja sampai kepada pengertian-pengertian
lahiriah semata tapi berkembang pula pada pengertian-pengertian yang bersifat
rohaniah.
Sastra yang indah, bukanlah karena bahasanya
yang beralun-alun dan penuh irama. Tetapi Ia mampu pula dilihat secara
keseluruhan: baik tema, amanat dan strukturnya.
Pada nilai-nilai yang terkandung di dalam
ciptasastra itu. Ada beberapa nilai yang harus dimiliki oleh sebuah
ciptasastra. Nilai-nilai itu adalah : Nilai-nilai estetika, nilai-nilai moral,
dan nilai-nilai yang bersifat konsepsionil. Ketiga nilai tersebut sesungguhnya
tidak dapat dipisahkan sama sekali. Sesuatu yang estetis adalah sesuatu yang memiliki
nilai-nilai moral. Tidak ada keindahan tanpa moral. Tapi apakah moral itu? Ia
bukan hanya semacam sopan santun ataupun etiket belaka. Ia adalah nilai yang
berpangkal dari nilai-nilai tentang kemanusiaan. Tentang nilai-nilai yang baik
dan buruk yang universil. Demikian juga tentang nilai-nilai yang bersifat
konsepsionil itu. Dasarnya adalah juga nilai tentang keindahan yang sekaligus
merangkum nilai tentang moral.
Nilai-nilai estetika kita jumpai tidak hanya
dalam bentuk (struktur) ciptasastra tetapi juga dalam isinya (tema dan amanat)
nya. Nilai moral akan terlihat dalam sikap terhadap apa yang akan diungkapkan
dalam sebuah ciptasastra cara bagaimana pengungkapannya itu. Nilai konsepsi
akan terlihat dalam pandangan pengarang secara keseluruhan terhadap masalah
yang diungkapkan di dalam ciptasastra yang diciptakan.
Sebuah ciptasastra bersumber dari
kenyataan-kenyataan yang hidup di dalam masyarakat (realitas-objektif). Akan
tetapi ciptasastra bukanlah hanya pengungkapan realitas objektif itu saja. Di dalamnya
diungkapkan pula nilai-nilai yang lebih tinggi dan lebih agung dari sekedar
realitas objektif. Ciptasastra bukanlah semata tiruan daripada alam (imitation
of nature) atau tiruan daripada hidup (imitation of life) akan tetapi ia
merupakan penafsiran-penafsiran tentang alam dan kehidupan itu (interpretation
of life).
Sebuah ciptasatra mengungkapkan tentang
masalah-masalah manusia dan kemanusian. Tentang makna hidup dan kehidupan. Ia
melukiskan penderitaan-penderitaan manusia, perjuangannya, kasih sayang dan
kebencian, nafsu dan segala yang dialami manusia. Dengan ciptasastra pengarang
mau menampilkan nilai-nilai yang lebih tinggi dan lebih agung. Mau menafsirkan
tentang makna hidup dan hakekat kehidupan.
Dapat saja sebuah ciptasastra menceritakan
tentang kehidupan binatang, seperti misalnya karyasastra yang besar
‘Pancatanteran” atau “Hikayat Kalilah dan Daminah”, namun sebetulnya manusia.
Jadi sesungguhnya karya tersebut tetap mengungkapkan kehidupan manusia akan
tetapi ditulis perlambang-perlambang.
Sebuah ciptasasra yang baik, mengajak orang
untuk merenungkan masalah-masalah hidup yang musykil. Mengajak orang untuk
berkontemplasi, menyadarkan dan membebaskan dari segala belenggu-belenggu
pikiran yang jahat dan keliru. Sebuah ciptasastra mengajak orang untuk
mengasihi manusia lain. Bahwa nasib setiap manusia meskipun berbeda-beda namun
mempunyai persamaan-persamaan umum, bahwa mereka ditakdirkan untuk hidup,
sedang hidup bukanlah sesuatu yang gampang tapi penuh perjuangan dan
ancaman-ancaman. Ancaman-ancaman yang datang dari luar maupun yang datang dari
dalam (diri sendiri).
Bahwa kemanusiaan itu adalah satu, “ Mankind is
one”, dan sama di mana-mana. Inilah yang diungkapkan dan ingin dikatakan
kesusastraan. Alangkah besar dan luasnya, bukan?
Jika disimpulkan maka “kesusastraan” adalah
merupakan pengungkapan dari fakta artistik dan imajinatif sebagai manifestasi
kehidupan manusia (dan masyarakat) melalui bahasa sebagai medium dan punya efek
yang positif terhadap kehidupan manusia (kemanusiaan).
Ada dua daya yang harus dimiliki oleh seorang
pengarang. Yakni daya kreatif dan daya imajinatif. Daya kreatif adalah daya
untuk memciptakan hal-hal yang baru dan asli. Manusia penuh dengan seribu satu
kemungkinan tentang dirinya. Maka seorang pengarang berusaha memperlihatkan
kemungkinan tersebut, memperlihatkan masalah-masalah manusia yang substil dan
bervariasi dalam ciptasatra-ciptasatra yang ia tulis. Sedang daya imajinasi
adalah kemampuan membayangkan dan mengkhayalkan serta menggambarkan sesuatu
atau peristiwa-peristiwa. Seorang pengarang yang memiliki daya imajinasi yang
kaya ialah apabila ia mampu memperlihatkan dan menggambarkan
kemungkinan-kemungkinan kehidupan dan masalah-masalah serta pilihan-pilihan
dari alternatif yang mungkin dihadapi manusia. Kedua daya itu akan menentukan
berhasil tidaknya sebuah ciptasastra.
Proses Penciptaan Kesusastraan
Seorang pengarang berhadapan dengan suatu
kenyataan yang ditemukan dalam masyarakat (realitas objektif). Realitas
objektif itu dapat berbentuk peristiwa-peristiwa, norma-norma (tata nilai),
pandangan hidup dan lain-lain bentuk-bentuk realitas objektif itu. Ia ingin
memberontak dan memprotes. Sebelum pemberontakan tersebut dilakukan (ditulis)
ia telah memiliki suatu sikap terhadap realitas objektif itu. Setelah ada suatu
sikap maka ia mencoba mengangankan suatu “realitas” baru sebagai pengganti
realitas objektif yang sekarang ia tolak. Hal inilah yang kemudian ia ungkapkan
di dalam ciptasastra yang diciptakannya. Ia mencoba mengutarakan sesuatu
terhadap realitas objektif yang dia temukan. Ia ingin berpesan melalui
ciptasastranya kepada orang lain tentang suatu yang ia anggap sebagai masalah
manusia.
Ia berusaha merubah fakta-fakta yang faktual
menjadi fakta-fakta yang imajinatif dan bahkan menjadi fakta-fakta yang
artistik. Pesan-pesan justru disampaikan dalam nilai-nilai yang artistik
tersebut. Ia tidak semata-mata pesan-pesan moral ataupun khotbah-khotbah
tentang baik dan buruk akan tetapi menjadi pesan-pesan yang artistik.
Pesan-pesan yang ditawarkan dalam keterpesonaan dan senandung.
Dalam kesusastraan Indonesia masalah itu dengan
jelas dapat dilihat. Misalnya kenyataan-kenyataan yang ada sekitar tahun 20-an
terutama dalam masyarakat Minangkabau ialah masalah : kawin paksa. Pengarang
kita pada waktu itu punya suatu sikap dan tidak puas dengan realitas objektif
itu. Sikap itu bersifat subjektif: bahwa ia tidak senang dan memprotes. Akan
tetapi sikap itu juga bersifat intersubjektif karena sikap itu dirasakan pula
sebagai aspirasi yang umum. Sikap-sikap subjektif dan intersubjektif itulah
yang kemudian diungkapkan di dalam ciptasastra-ciptasasra.
Ciptasatra-ciptasastra tiu tidak saja lagi
sebagai pernyataan dari sikap akan tetapi juga merupakan pernyataan dari ciri-ciri
berhubung dengan realitas objektif tresebut. Diungkapkan dalam suatu
transformasi (warna) yang artistik, sesuai dengan ukuran-ukuran
(kriteria-kriteria) kesusastraan.
Karena itu sebuah ciptasastra selain merupakan
pernyataan hati nurani pengarangnya, ia juga merupakan pengungkapan hati nurani
masyarakatnya.
Di dalamnya terdapat sikap, visi (pandangan
hidup), cita-cita dan konsepsi dari pengarangnya. Dari masalah kawin paksa
misalnya dalam kesusastraan Indoneisa lahirlah ciptasastra-ciptasastra : “Siti
Nurbaya” dari Marah Rusli, “Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck” dari Hamka
dan “Salah Asuhan” dari Abdul Muis (untuk menyebut beberapa ciptasastra-
ciptasastra yang baik).
Sebuah ciptasastra merupakan kritik terhadap
kenyataan-kenyataan yang berlaku. Atau seperti yang dikatakan Albert Camus
(seorang pengarang dan filsuf Perancis yang pernah mendapat hadiah Nobel)
merupakan pemberontakan terhadap realitas. Karyasastra Marah Rusli “Siti
Nurbaya” merupakan kritik terhadap tata kehidupan masyarakat Minangkabau sekitar
tahun 1920 – 1930. Demikian juga dengan “Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck”
ataupun “Salah Asuhan”. “Layar Terkembang” karya Sutan Takdir
Alisyahbana merupakan kritik terhadap kehidupan masyarakat Indonesia yang masih
statis. Karya Idrus “Surabaya” juga adalah kritik terhadap ekses-ekses dan
hal-hal yang negatif dari revolusi fisik. Demikian pula dengan sajak-sajak
Khairil Anwar, kumpulan puisi Taufik Ismail ‘Benteng” dan “Tirani” atau juga
novel Bambang Sularto “Domba-Domba Revolusi”.
Ciptasastra merupakan sintesa dari adanya tesa
dan anti tesa. Tesa disini adalah kenyataan-kenyataan yang dihadapi. Antitesa
adalah sikap-sikap yang bersifat subjektif dan intersubjektif. Sedangkan
sintesa adalah hasil dari perlawanan antara tesa dengan antitesa itu. Bersifat
idealis, imajinatif dan kreatif, berdasarkan cita-cita dan konsepsi pengarang.
Semuanya diungkapkan melalui bahasa sebagai
media. Dengan demikian di dalam kesustraan ada beberapa faktor yang menjadi
bahan pertimbangan. Yaitu faktor-faktor : Persoalan yang diungkapkan, keindahan
pengungkapan dan faktor bahasa atau kata. Dalam kesusastraan Indonesia, yang
dimaksudkan adalah pengungkapan persoalan-persoalan dan nilai-nilai tentang
hidup (manusia dan kemanusiaan), terutama persoalan-persoalan dan nilai-nilai
lain yang berhubungan dengan bangsa Indonesia serta diungkapkan dengan
menggunakan Bahasa Indonesia sebagai media.
Bentuk-bentuk Kesusastraan
Ada beberapa bentuk kesusastraan :
Ada beberapa bentuk kesusastraan :
- Puisi
- Cerita Rekaan (fiksi)
- Essay dan Kritik
- Drama
Apakah yang membedakan antara puisi dengan
cerita rekaan? Perbedaan itu akan terlihat dalam proses pengungkapannya. Dalam
puisi akan dijumpai dua proses yang disebut Proses konsentrasi dan proses
intensifikasi. Proses konsentrasi yakni proses pemusatan terhadap suatu focus
suasana dan masalah, sedang proses intensifikasi adalah proses m pendalaman
terhadap suasana dan masalah tersebut. Unsur-unsur struktur puisi berusaha
membantu tercapainya kedua proses itu. Inilah hakekat puisi, yang kurang terlihat
dalam proses (cerita rekaan, esei dan kritik serta drama). Pada prosa, suasana
yang lain atau masalah-masalah yang lain dapat saja muncul di luar suasana dan
masalah pokok yang ingin diungkapkan seorang pengarang dalam ciptasastranya.
Cerita-cerita (fiksi) sering dibedakan atas
tiga macam bentuk yakni : Cerita pendek (cerpen), novel, dan roman. Akan tetapi
di dalam kesusastraan Amerika umpanya hanya dikenal istilah : cerpen (short
story) dan novel. Istilah roman tidak ada. Yang kita maksud dengan “roman”
dalam kesusastraan Amerika adalah juga “novel”.
Perbedaan antara ketiga bentuk cerita rekaan
itu tidaklah hanya terletak pada panjang pendeknya cerita tersebut. Atau pada
jumlah kata-katanya. Ada ukuran lain yang membedakannya. Cerita-pendek(cerpen)
merupakan pengungkapan suatu kesan yang hidup dari fragmen kehidupan manusia.
Daripada tidak dituntut terjadinya suatu perobahan nasib dari pelaku-pelakunya.
Hanya suatu lintasan dari secercah kehidupan manusia, yang terjadi pada suatu
kesatuan waktu.
Novel merupakan pengungkapan dari fragmen
kehidupan manusia (dalam jangka yang lebih panjang) dimana terjadi
konflik-konflik yang akhirnya menyebabkan terjadinya perubahan jalan hidup
antara para pelakunya. Beberapa contoh novel dalam kesusastraan Indonesia
misalnya adalah “Belenggu” karya Armin Pane, “Kemarau” karya A.A. Navis,
“Merahnya Merah” karya Iwan Simatupang.
Dalam “Belenggu” misalnya setelah terjadi
konflik-konflik antara dr. Sukartono, Sumartini, Rokhayah, maka akhirnya
terjadilah perubahan jalan hidup pada masing-masing pelaku novel tersebut.
Begitu juga antara Sutan Duano dalam “kemarau” dengan anaknya setelah terjadi
konflik-konflik kemudian diikuti pula dengan perubahan jalan nasib. Demikian
pula dalam “Merahnya Merah”. Tokoh kita, Fifi dan Maria mengalami perubahan
jalan nasib setelah terjadi konflik-konflik.
Roman merupakan bentuk kesusastraan yang
menggambarkan kronik kehidupan yang lebih luas dari kehidupan manusia. Biasanya
dilukiskan mulai dari masa kanak-kanak sampai menjadi dewasa, akhirnya
meninggal. Sebagai contoh misalnya roman “Siti Nurbaya”, “Tenggelamnya Kapal
Van Der Wijck” ataupun roman “Atheis” karya Akhdiat Kartamiharja.
Istilah roman bersalah dari kesusastraan
Perancis. “Roman” adalah bahasa rakyat sehari-hari di negeri Perancis. Kemudian
berkembang artinya menjadi cerita-cerita tentang pengalaman-pengalaman kaum
ksatria dan cerita-cerita kehidupan yang jenaka, dari pedesaan. Sekarang
pengertian roman telah menyangkut tentang kehidupan manusia pada umumnya.
Hakekat dari cerita rekaan ialah bercerita. Ada
yang diceritakan dan ada yang menceritakan.
Bentuk ciptasatra yang lain adalah esei dan
kritik. Esei adalah suatu karangan yang berisi tanggapan-tanggapan, komentar,
pikiran-pikiran tentang suatu persoalan. Setiap esei bersifat subjektif, suatu
pengucapan jiwa sendiri. Di dalam esei bila kita lihat pribadi dan pendirian
pengarang. Pikiran-pikirannya, sikap-sikapnya, ciata-citanya dan keinginannya
terhadap soal yang dibicarakannya. Atau terhadap hidup pada umumnya. Dalam esei
tidak diperlukan adanya suatu konklusi (kesimpulan). Esei bersifat sugestif dan
lebih banyak memperlihatkan alternatif-alternatif.
Berbeda dengan esei adalah studi. Ia merupakan
suatu karangan sebuah ciptasastra. Suatu kritik juga bersifdat subjektif
meskipun barangkali menggunakan term-term yang objektif. Kritik merupakan salah
satu bentuk esei. Suatu kritik (sastra) yang baik juga harus lebih banyak
memperlihatkan alternatif-alternatif daripada memberikan vonis. Beberapa penulis
esei yang terkenal dalamf kesusastraan Indonesia adalah Gunawan Mohammad, Arief
Budiman, Wiratmo Sukito, Sujatmoko, Buyung Saleh (Tokoh Lekra), Umar Khayam dan
lain-lain. Sedang tokoh-tokoh kritikus yang terkenal antara lain adalah : H.B.
Yassin, Prof. Dr. A. Teeuw, M.S. Hutagalung, J.U. Nasution, Boen Sri Umaryati,
M. Saleh Saad, Umar Yunus dan lain-lain.
Bentuk kesusastraan yang lain adalah drama atau
sandiwara (sandi = rahasia, Wara = pelajaran). Artinya pelajaran yang
disampaikan secara rahasia. Drama atau sandiwara yang digolongkan ke dalam
ciptasastra bukanlah drama atau sandiwara yang dimainkan (dipergelarkan) tetapi
adalah cerita, atau naskah, atau reportoar yang akan dimainkan tersebut.
Hakekat drama adalah terjadinya suatu konflik.
Baik konflik antara tokoh, ataupun konflik dalam persoalan maupun konflik dalam
diri seorang tokoh. Konflik inilah nanti yang akan mendorong dialog dan
menggerakkan action.
SUMBER: http://nesaci.com
0 komentar:
Posting Komentar